Tegassumbar - Pemerintah bergerak cepat melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melakukan tindakan tegas terhadap pencabutan izin operasional delapan perusahaan yang diduga kuat menjadi pemicu utama bencana banjir bandang dan longsor parah yang menimpa 3 wilayah yakni, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.
Hanif Faisol Nurofiq, selaku Menteri Lingkungan Hidup menyampaikan bahwa penyelidikan intensif telah dimulai, fokus pada aspek perizinan pendirian perusahaan-perusahaan di tiga wilayah bencana tersebut.
“Mulai dari sisi korporasi, akan kami mulai hari ini dan menarik kembali semua persetujuan lingkungan dari dokumen lingkungan yang ada di daerah-daerah bencana,” Jelas Menteri Hanif setelah menghadiri rapat di Komisi XII DPR, pada Kamis, 4 Desember 2025.
Pendekatan Pidana direalisasikan. Banyaknya korban jiwa menjadi dasar pencabutan izin ini sebagai peringatan serius dari pemerintah. Menteri Hanif mengungkapkan bahwa pendekatan pidana akan diterapkan karena banyaknya korban jiwa yang disebabkan oleh bencana ini.
“Karena ini sudah menimbulkan korban jiwa yang tak sedikit, maka pendekatan pidananya akan dilakukan,” sambungnya.
Dari delapan perusahaan yang dicabut izinnya, tujuh di antaranya sudah terdata aktif. Menteri Hanif menyebut salah satu lokasi perusahaan yang menjadi sorotan adalah di Batang Toru, dan pihaknya akan terus mendalami data perusahaan lainnya, termasuk yang belum aktif.
“Sekarang baru terdata tujuh dari delapan. delapannya belum aktif, tapi kami akan dalami lagi kasus ini. Jadi yang aktif ini berlokasi di Batang Toru ya. Tetapi tentu kita harus adil,” jelasnya.
Untuk mempercepat penyelidikan, KLH telah memanggil kedelapan perusahaan tersebut. Mereka akan dimintai keterangan oleh Deputi Penegakan Hukum (Gakkum) KLH pada Senin, 8 Desember 2025
Hanif berperspektif bahwa operasional sejumlah perusahaan di Sumbar, Sumut, dan Aceh menjadi faktor pemicu anomali cuaca dan memperparah intensitas hujan. Dugaan ini didukung oleh temuan kondisi hutan yang kritis di kawasan hulu.
Berdasarkan data KLH, dari total 340 ribu hektare hutan, sekitar 50 ribu hektare di antaranya telah berubah menjadi lahan kering di wilayah hulu.
“Dari 340 ribu hektare mungkin ada sekitar 50-an ribu di hulunya, sudah berbetuk lahan kering. Tidak ada pohon di atasnya, sehingga ketika terjadi hujan sedikit, ya sudah kita bayangkan,” tuturnya.
Hilangnya tutupan pohon di wilayah hulu mengakibatkan air hujan langsung mengalir deras tanpa ada serapan, kemudian memicu bencana banjir dan longsor di wilayah hilir. Pencabutan izin dan proses hukum pidana diharapkan dapat memberi efek jera bagi pelaku dan meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih parah di masa depan.

Posting Komentar